Selasa, 05 Juli 2011

SABDA LAUT, sebuah novel

Judul : Sabda Laut
Pengarang : Dul Abdul Rahman
Penerbit : Ombak (Yogyakarta)
Tahun Terbit : 2010
Tebal : V + 202 halaman
ISBN : 602-8335-52-5


SABDA LAUT (Sebuah Novel)
Dari tempat penjualan ikan, aku berlari sekencang-kencangnya menuju rumahku. Air Sungai Je’neberang yang mengalir menuju Laut Barombong juga seolah mengejarku, bahkan aku seperti mendengar bisikan Sungai Je’neberang, “Duhai lelaki penguasa hilir Sungai Je’neberang! Duhai lelaki Pantai Barombong! Berlarilah terus meraih impian dan cita-citamu! Jatuh bangun adalah hal biasa. Engkau harus bisa!”
Akhirnya aku tiba di rumahku dengan nafas yang tak sempurna. Seluruh kancing bajuku lepas satu-satu. Dadaku kembang kempis. Tapi aku tak peduli. Hanya ada satu tekad di jiwaku, “Hari ini aku akan pergi ke sekolah walaupun badanku masih bau ikan. Aku memang anak nelayan!”
Novel ini mengisahkan tentang cita-cita seorang anak nelayan bernama Samad. Ia bercita-cita menjadi pelaut professional dengan bersekolah di sekolah pelayaran yang biayanya sangat mahal untuk ukuran nelayan kecil seperti mereka. Namun cita-citanya kandas setelah ayahnya meninggal dunia. Namun Samad tidak patah semangat. Ia tetap bertekad bersekolah tinggi-tinggi sebagaimana pesan almarhum ayahnya.
Di novel Sabda Laut ini, DAR tetap bertahan pada ciri khas kepenulisannya, penuh dengan nuansa lokal. Berikut kutipan local wisdom yang dihadirkan oleh DAR:
“Manna majai tedonnu, mattambung barang-barannu, susajakontu, punna tena sikolannu.”6 (Biarpun banyak kerbaumu, banyak hartamu, kamu tetap akan susah bila tidak punya pendidikan) (Sabda Laut, 10)

PEREMPUAN POPPO, sebuah novel

Judul : Perempuan Poppo
Pengarang : Dul Abdul Rahman
Penerbit : Ombak (Yogyakarta)
Tahun Terbit : 2010
Tebal : V + 197 halaman
ISBN : 602-8335-48-7


PEREMPUAN POPPO (Sebuah Novel)
Novel ini menceritakan tentang seorang penulis bernama Lam yang sedang melakukan penelitian tentang poppo. Ia ingin menuliskan hasil penelitiannya dalam bentuk novel. Konon, poppo adalah seorang perempuan cantik yang memiliki ilmu khusus. Lam sangat bersemangat menulis novelnya tentang poppo tersebut. Seorang kawannya yang memiliki usaha penerbitan di Kota Yogyakarta memang akan menerbitkan novelnya dan akan langsung memberinya royalti tiga cetakan sekaligus. Kawannya tersebut sangat yakin bahwa novel tentang poppo akan laris manis. Lam sangat bahagia, karena dengan uang royalti tersebut maka tak lama lagi ia akan memiliki rumah sendiri. Namun ending novel tersebut sangat mengharukan karena isteri yang ia sangat cinta ternyata adalah seorang poppo. Lam baru mengetahui bahwa ternyata isterinya adalah poppo setelah isterinya meninggal dunia. Dan menyedihkannya, karena poppo yang ternyata isterinya dibunuh sendiri oleh Lam. Perempuan Poppo benar-benar sebuah etno-novel yang unik.
Di novel Perempuan Poppo ini, DAR pun menghadirkan local wisdom seperti kutipan berikut ini:
“Selain itu, Lam juga ingat pappaseng lainnya yang ditujukan pada dirinya sebagai laki-laki. Sebagi laki-laki, ia harus memiliki aju tellu, yaitu waju, ikkaju, dan aju-aju. Waju berarti pakaian, maknanya suami sanggup memberi kebutuhan pakaian dan rumah pada isterinya; Ikkaju berarti sayur, maknanya suami harus mampu memberi makan isteri; Aju-aju berarti simbol kejantanan pria, maknanya suami harus mampu menafkahi isteri secara batin.” (Perempuan Poppo, 113)

Judul : Daun-Daun Rindu
Pengarang : Dul Abdul Rahman
Penerbit : Diva Press (Yogyakarta)
Tahun Terbit : Juni 2010
Tebal : 308 halaman
ISBN

: 978-602-955-825-8


DAUN-DAUN RINDU (Sebuah Novel)
Novel ini merupakan sekuel dari Pohon-Pohon Rindu. Novel ini berkisah ketika Beddu Kamase berangkat ke Malaysia. Dul Abdul Rahman mengeksploitasi bagaimana suku Bugis-Makassar berangkat ke Malaysia dan menetap disana sehingga menjadi suku bangsa yang diperhitungkan. Novel ini berusaha mengungkap hubungan Indonesia dan Malaysia, sehingga novel ini seolah napas tilas pengembaraan suku Bugis-Makassar ke Malaysia.
DAR menghadirkan beberapa local wisdom di novel ini. Ia pun mengutip syair pasompe seperi berikut ini.
Pittek cina uala ranreng lopi
Jarung sipeppak uala balango
Nakusompek mua;
Somperennge uala paddaga-daga
Tasik-e uala lino pottanang
Lolangeng ri masagena-e;
Nalawa mua salaren riu
Nakuguncirik gulikku
Kuola mui telling-e natowali-e;
Dua sompe kupattinja
Dua guling kupattejjok
Dua balango kuppanngatta
Makkarewangeng maneng.
Artinya:
Benang cina kujadikan tali temali perahu
Jarum sebatang kujadikan jangkar
Aku berlayar jua;
Pelayaran kujadikan sebagai hiburan
Pelayaran kujadikan sebagai alam daratan
Pengembaraan yang penuh kebebasan;
Biar aku dihadang oleh angin topan
Aku akan putar kemudiku
Aku memilih tenggelam dari pada kembali;
Dua layar kusiapkan
Dua kemudi kutancapkan
Dua jangkar kusediakan
Semuanya akan turut terpasang.
(Daun-Daun Rindu, hal 13-14)

POHON-POHON RINDU, sebuah novel

Judul : Pohon-Pohon Rindu
Pengarang : Dul Abdul Rahman
Penerbit : Diva Press (Yogyakarta)
Tahun Terbit : Juni 2009 (Cetakan Pertama)
Tebal : 352 halaman
ISBN : 979-963-791-0




POHON-POHON RINDU (Sebuah Novel)
Novel ini mengisahkan bagaimana mencintai lingkungan. Tersebutlah sepasang kekasih bernama Beddu Kamase dan Andi Masniar yang saling mencintai. Mereka meresmikan hubungan cinta mereka di sebuah bukit yang gersang bernama Bulu Paccing di Kabupaten Sinjai. Mereka berjanji akan menjaga hutan dan lingkungan. Mereka saling berjanji bila kelak mereka berpisah dan saling merindukan maka cukuplah mereka menatap pohon-pohon atau hutan. Karena di pohon-pohon itulah akan menjelma wajah kekasih, wajah mereka. Pohon-pohon memang adalah simbol cinta mereka. Namun takdir memang sudah menghitung pasti usia manusia. Pada suatu ketika Andi Masniar meninggal dunia. Betapa sedih hati Beddu Kamase atas kepergian perempuan yang ia sangat cintai. Ia pun bertekad untuk menjaga hutan dan pepohonan. Karena hutan dan pepohonan adalah kekasihnya.
Di novel Pohon-Pohon Rindu ini, dul abdul rahman (DAR) menggunakan pendekatan lokal untuk menggambarkan bagaimana caranya menjaga lingkungan. DAR menjelaskan bagaimana suku Kajang menjaga hutan mereka.
“Masyarakat boleh menebang pohon di hutan tetapi harus ada izin dan pertimbangan dari Ammatoa dulu karena hutan dan pohon terkait pasang (peraturan adat). Pertimbangan dari Ammatoa mencakup jumlah, ukuran, tujuan penggunaan serta jenis kayu yang akan diambil. Masyarakat yang menebang pohon harus menggantinya, setiap penebangan satu pohon harus diganti dengan menanam dua pohon yang sejenis di lokasi yang ditentukan oleh Ammatoa. Masyarakat yang sudah diberi izin menebang pohon diawasi oleh orang-orang kepercayaan Ammatoa. Tetapi ada kawasan hutan yang tidak boleh ditebang pohonnya sama sekali yaitu borong karamaya,(hutan keramat)” (Pohon-Pohon Rindu, 194)